Media massa terlebih surat kabar mempunyai peran yang cukup penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa pergerakan nasional, media massa berperan menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme di kalangan rakyat Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, meski media massa menjadi suara pemerintah pendudukan Jepang namun dengan berbagai siasat, media massa selalu berusaha untuk tetap berpihak pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selama perang kemerdekaan, media massa turut pula berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia. (Syamsul Basri, Pers dan Wartawan Sebagai Pembangkit Kesadaran Bangsa Melawan Penjajah dalam Pemasyarakatan Pers Nasional Sebagai Pers Pancasila. Jakarta: Deppen RI, 1987, hal. 28)
Media massa merupakan alat penyampai berita bagi pemerintah, ataupun kelompok tertentu (seperti organisasi-organisasi pergerakan misalnya), dan bagi rakyat pada umumnya. Media massa terutama ditujukan bagi orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan. Dengan kata lain media massa telah dipandang sebagai alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa di Hindia Belanda dan sangat perlu diketahui oleh pemerintah pusat di Nederland serta orang-orang Belanda pada umumnya.
Kelahiran Pers Nasional, yaitu pers yang dikelola, dimodali, dan dimiliki oleh orang Indonesia sendiri, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perkembangan pers yang dikelola oleh orang Belanda, Cina dan Indonesia. Pada akhir abad XIX dan awal abad XX orang-orang Belanda dan Cina telah menerbitkan dan memanfaatkan pers sebagai media yang efektif untuk membela kepentingan politik dan sosial mereka. Keadaan seperti itu kemudian disadari juga oleh golongan elite modern Indonesia untuk menerbitkan pers sebagai media untuk mensosialisasikan gagasan, cita-cita, dan kepentingan politik mereka, terutama dalam memajukan penduduk bumiputera di Indonesia. (M.Gani, Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan RI, hlm.55)
Menurut Hamzah. A dalam Delik-Delik Pers di Indonesia, Jakarta: Media Sarana Pers, 1987, hlm.25, periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Pada masa ini pers terbagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda). 2. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik/ Nasional. Kedua pers tersebut sangat berlawanan. Pers nasional disuarakan oleh kaum Republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers nasional menjadi alat perjuangan pada masa revolusi. Sebaliknya, pers Nica berusaha mempengaruhi bangsa Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.
Beberapa contoh pers t6erbitan republik yang muncul pada masa revolusi antara lain di Jakarta terbit Surat Kabar Merdeka, Berita Indonesia, Soember, Ra’jat, Pemandangan, Pedoman dan Negara Baroe; di Bogor ada Gelora Rakjat; di Cirebon ada Republik dan Genderang; di Magelang ada Penghela Rakjat; di Yogyakarta, selain Kedaulatan Rakjat, ada Al Djihad, Boeroeh, dan Nasional. Seperti yang disampaikan Wartini Santoso, Katalog Surat Kabar Koleksi Perpustakaan Nasional 1810-1984 Jakarta: Perpusnas-Depdikbud, 1984, hlm.33
Suratkabar pada masa revolusi digunakan sebagai alat untuk mempropagandakan kemerdekaan Indonesia. Pers masa revolusi adalah mitra bagi pemerintah dalam mencari kebenaran,mempertahankan kemerdekaan dan menggerakkan rakyat untuk melawan penjajah. Pers yang lahir pada masa revolusi tentu amat kental menyuarakan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi yang telah dikumandangkan. Samuel Pandjaitan, Kesaksian Perdjoengan Pena Jilid I, (Jakarta:Yayasan Sumber Agung, 2005), hlm.8.
Pers masa revolusi sering disebut dengan pers perjuangan, karena sifatnya yang berani memperjuangkan kebenaran perjuangan itu sendiri. Pers masa revolusi merupakan suatu kekuatan baru dalam perjuangan meskipun tidak menggunakan fisik melainkan tulisan. Melalui ketajaman pena yang ditampilkan maka pers pada masa revolusi terasa ikut berperan besar sebagai saksi pemurnian cita-cita proklamasi Indonesia.
Untuk lebih memahami tentang peran Pers pada masa pergerakan berikut adalah beberapa referensi buku yang bisa digunakan; buku pertama yang bisa ditelaah adalah Kesaksian Perdjoeangan Pena. Buku ini menuturkan bagaimana pengaruh idealisme redaktur dalam penulisan surat kabar, dalam hal ini Samuel Pandjaitan sebagai pemimpin umum. Idealisme Soember jelas digambarkan tidak menjadi surat kabar pendukung pemerintah melainkan untuk mengkritik pemerintah sesuai dengan fungsinya sebagai alat kontrol sosial. Walaupun demikian, tetap saja kebebasan pers di Indonesia masih terbatas dan bisa disebut sebagai pers yang diarahkan. Ada alasan tertentu pers diperkenankan untuk memberitakan tetapi juga ada yang sama sekali tertutup untuk ditulis. Buku sejarah ini merupakan kumpulan kliping artikel yang pernah dimuat di Harian Soember.
Selanjutnya, Buku yang menjelaskan tentang pers dan perkembanganya di Indonesia diantaranya: Buku yang ditulis oleh Drs. I. Taufik, diterbitkan pada tahun 1977 dengan Judul Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. I. Taufik dalam kesimpulanya mengemukakan bahwa pers nasional sejak zaman penjajahan hingga masa sekarang sudah merupakan alat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa sebagai usaha dalam memperbaiki nasib rakyat. Selain itu dalam pertumbuhan dan perkembangan Pers, Spesialisasi dan Diferensiasi dalam tugaskegiatan pers merupakan tuntunan-tuntunan yang tidak terelakan lagi.
Selanjutnya, F. Rachmadi, Perbandingan Sistem Pers, Analisa Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara menyebutkan bahwa pola hubungan pers dan pemerintah di suatu Negara erat sekali kaitanya dengan sistem dan struktur politik yang berlaku di dalam Negara tempat kedua lembaga itu (pers dan pemerintah) berada. Hubungan itu bahkan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi yang bersangkutan. Atas dasar pandangan ini, maka pers tidak mempunyai kehidupan mandiri, melainkan dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga masyarakat yang lain.
Berikutnya adalah karya Andi Suwirta yang berjudul Pers, Revolusi, dan Demokratisasi: Kehidupan Pers di Jawa Masa Awal Revolusi Indonesia, secara nyata tersirat mengenai cara-cara menganalisis peristiwa sejarah dengan menggunakan surat kabar yang digambarkan dengan baik, terutama mengenai permasalahan yang berkenaan dengan kehidupan pers pada masa revolusi. Selain itu juga di paparkan bahwa pers merupakan pantulan dan realitas sosial pada zamannnya. Pers juga memberikan pandangan dan penilaianya yang turut memperkaya khasanah sejarah bangsa Indonesia.
Osamu Seirei (Gabungan Persurat Kabaran di Djawa) Pada Masa Jepang.
“Berita Makloemat Kepada Rakjat dalam Berita Indonesia 7 Oktober 1945.
“Soerat Terboeka Oentoek Wartawan Indonesia” dalam Merdeka 11 Nopember 1946.
“Sekitar Van Mook” dalam Soember 19 September 1947 terkait dengan opini yang menyebabkan Soember mengalami pembredelan.
Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers Di Indonesia, Jakarta: Buku Kompas, 2002.
Chaniago, J.R., Ditugaskan Sejarah: Perjuangan Merdeka 1945-1985. Jakarta: Pustaka Merdeka, 1989.
David T. Hill, Jurnalisme dan Politik di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Don Michael Flournoy (Ed), Analisa Isi Suratkabar-Suratkabar Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, 1989.
Edward C. Smith, Sejarah Pembreidelan Pers di Indonesia, Jakarta: Grafiti Pers, 1983.
Gani.M., Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan RI, tanpa tahun terbit
Samuel Pandjaitan, Kesaksian Perdjoeangan Pena Jilid 1-6, Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 2005.
Taufik. I, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarta: P.T Triyinco, 1977.
Media massa merupakan alat penyampai berita bagi pemerintah, ataupun kelompok tertentu (seperti organisasi-organisasi pergerakan misalnya), dan bagi rakyat pada umumnya. Media massa terutama ditujukan bagi orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan. Dengan kata lain media massa telah dipandang sebagai alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa di Hindia Belanda dan sangat perlu diketahui oleh pemerintah pusat di Nederland serta orang-orang Belanda pada umumnya.
Kelahiran Pers Nasional, yaitu pers yang dikelola, dimodali, dan dimiliki oleh orang Indonesia sendiri, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perkembangan pers yang dikelola oleh orang Belanda, Cina dan Indonesia. Pada akhir abad XIX dan awal abad XX orang-orang Belanda dan Cina telah menerbitkan dan memanfaatkan pers sebagai media yang efektif untuk membela kepentingan politik dan sosial mereka. Keadaan seperti itu kemudian disadari juga oleh golongan elite modern Indonesia untuk menerbitkan pers sebagai media untuk mensosialisasikan gagasan, cita-cita, dan kepentingan politik mereka, terutama dalam memajukan penduduk bumiputera di Indonesia. (M.Gani, Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan RI, hlm.55)
Menurut Hamzah. A dalam Delik-Delik Pers di Indonesia, Jakarta: Media Sarana Pers, 1987, hlm.25, periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Pada masa ini pers terbagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda). 2. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik/ Nasional. Kedua pers tersebut sangat berlawanan. Pers nasional disuarakan oleh kaum Republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers nasional menjadi alat perjuangan pada masa revolusi. Sebaliknya, pers Nica berusaha mempengaruhi bangsa Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.
Beberapa contoh pers t6erbitan republik yang muncul pada masa revolusi antara lain di Jakarta terbit Surat Kabar Merdeka, Berita Indonesia, Soember, Ra’jat, Pemandangan, Pedoman dan Negara Baroe; di Bogor ada Gelora Rakjat; di Cirebon ada Republik dan Genderang; di Magelang ada Penghela Rakjat; di Yogyakarta, selain Kedaulatan Rakjat, ada Al Djihad, Boeroeh, dan Nasional. Seperti yang disampaikan Wartini Santoso, Katalog Surat Kabar Koleksi Perpustakaan Nasional 1810-1984 Jakarta: Perpusnas-Depdikbud, 1984, hlm.33
Suratkabar pada masa revolusi digunakan sebagai alat untuk mempropagandakan kemerdekaan Indonesia. Pers masa revolusi adalah mitra bagi pemerintah dalam mencari kebenaran,mempertahankan kemerdekaan dan menggerakkan rakyat untuk melawan penjajah. Pers yang lahir pada masa revolusi tentu amat kental menyuarakan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi yang telah dikumandangkan. Samuel Pandjaitan, Kesaksian Perdjoengan Pena Jilid I, (Jakarta:Yayasan Sumber Agung, 2005), hlm.8.
Pers masa revolusi sering disebut dengan pers perjuangan, karena sifatnya yang berani memperjuangkan kebenaran perjuangan itu sendiri. Pers masa revolusi merupakan suatu kekuatan baru dalam perjuangan meskipun tidak menggunakan fisik melainkan tulisan. Melalui ketajaman pena yang ditampilkan maka pers pada masa revolusi terasa ikut berperan besar sebagai saksi pemurnian cita-cita proklamasi Indonesia.
Untuk lebih memahami tentang peran Pers pada masa pergerakan berikut adalah beberapa referensi buku yang bisa digunakan; buku pertama yang bisa ditelaah adalah Kesaksian Perdjoeangan Pena. Buku ini menuturkan bagaimana pengaruh idealisme redaktur dalam penulisan surat kabar, dalam hal ini Samuel Pandjaitan sebagai pemimpin umum. Idealisme Soember jelas digambarkan tidak menjadi surat kabar pendukung pemerintah melainkan untuk mengkritik pemerintah sesuai dengan fungsinya sebagai alat kontrol sosial. Walaupun demikian, tetap saja kebebasan pers di Indonesia masih terbatas dan bisa disebut sebagai pers yang diarahkan. Ada alasan tertentu pers diperkenankan untuk memberitakan tetapi juga ada yang sama sekali tertutup untuk ditulis. Buku sejarah ini merupakan kumpulan kliping artikel yang pernah dimuat di Harian Soember.
Selanjutnya, Buku yang menjelaskan tentang pers dan perkembanganya di Indonesia diantaranya: Buku yang ditulis oleh Drs. I. Taufik, diterbitkan pada tahun 1977 dengan Judul Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. I. Taufik dalam kesimpulanya mengemukakan bahwa pers nasional sejak zaman penjajahan hingga masa sekarang sudah merupakan alat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa sebagai usaha dalam memperbaiki nasib rakyat. Selain itu dalam pertumbuhan dan perkembangan Pers, Spesialisasi dan Diferensiasi dalam tugaskegiatan pers merupakan tuntunan-tuntunan yang tidak terelakan lagi.
Selanjutnya, F. Rachmadi, Perbandingan Sistem Pers, Analisa Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara menyebutkan bahwa pola hubungan pers dan pemerintah di suatu Negara erat sekali kaitanya dengan sistem dan struktur politik yang berlaku di dalam Negara tempat kedua lembaga itu (pers dan pemerintah) berada. Hubungan itu bahkan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi yang bersangkutan. Atas dasar pandangan ini, maka pers tidak mempunyai kehidupan mandiri, melainkan dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga masyarakat yang lain.
Berikutnya adalah karya Andi Suwirta yang berjudul Pers, Revolusi, dan Demokratisasi: Kehidupan Pers di Jawa Masa Awal Revolusi Indonesia, secara nyata tersirat mengenai cara-cara menganalisis peristiwa sejarah dengan menggunakan surat kabar yang digambarkan dengan baik, terutama mengenai permasalahan yang berkenaan dengan kehidupan pers pada masa revolusi. Selain itu juga di paparkan bahwa pers merupakan pantulan dan realitas sosial pada zamannnya. Pers juga memberikan pandangan dan penilaianya yang turut memperkaya khasanah sejarah bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Undang-Undang No.16 tentang badan-badan pengumuman dan penilikan pengumuman dan penerangan”
Osamu Seirei (Gabungan Persurat Kabaran di Djawa) Pada Masa Jepang.
“Berita Makloemat Kepada Rakjat dalam Berita Indonesia 7 Oktober 1945.
“Soerat Terboeka Oentoek Wartawan Indonesia” dalam Merdeka 11 Nopember 1946.
“Sekitar Van Mook” dalam Soember 19 September 1947 terkait dengan opini yang menyebabkan Soember mengalami pembredelan.
Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers Di Indonesia, Jakarta: Buku Kompas, 2002.
Chaniago, J.R., Ditugaskan Sejarah: Perjuangan Merdeka 1945-1985. Jakarta: Pustaka Merdeka, 1989.
David T. Hill, Jurnalisme dan Politik di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Don Michael Flournoy (Ed), Analisa Isi Suratkabar-Suratkabar Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, 1989.
Edward C. Smith, Sejarah Pembreidelan Pers di Indonesia, Jakarta: Grafiti Pers, 1983.
Gani.M., Surat Kabar Indonesia Pada Tiga Zaman, Jakarta: Departemen Penerangan RI, tanpa tahun terbit
Samuel Pandjaitan, Kesaksian Perdjoeangan Pena Jilid 1-6, Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 2005.
Taufik. I, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarta: P.T Triyinco, 1977.